Asuhan Keperawatan Trauma Capitis + Document - Info Kesehatan Terbaik

Monday, July 2, 2018

Asuhan Keperawatan Trauma Capitis + Document

Asuhan Keperawatan Trauma Capitis


Download Doc. Dibawah Ini
http://zipansion.com/1xN2i

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.
Cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non- degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
B. Tujuan 
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui defenisi Cidera Kepala
2.      Untuk mengetahui etiologi Cidera Kepala
3.      Untuk mengetahui klasifikasi Cidera Kepala
4.      Untuk mengetahui patofisiologi Cidera Kepala
5.      Untuk mengetahui manifestasi klinis Cidera Kepala
6.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penunjang Cidera Kepala
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan Cidera Kepala
8.      Untuk mengetahui komplikasi Cidera Kepala
9.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada paien Cidera Kepala


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi dan Klasifikasi
1. Defenisi
- Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak yang disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tembus ( Mansjoer, 2000; Brunner & Soddarth, 2002 )
- Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil dari kecelakaan jalan raya ( Brunner & Suddarth, 2002 ). 
- Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi otak (black, 2005)
- Menurut konsensus perdosi (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.
2. Klasifikasi
a. Menurut Jenis Cedera
1.  Cedera Kepala terbuka
Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak
2.  Cedera kepala tertutup 
Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang luas
b. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
1. Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)
GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
Tak ada fraktur tengkorak
Tak ada contusio serebral (hematom)
Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala
Tidak adanya criteria cedera sedang-berat
2. Cedera kepala sedang
GCS  9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
Dapat mengalami fraktur tengkorak
Amnesia pasca trauma
Muntah 
Kejang
3 Cedera kepala berat  
GCS 3-8 (koma)
Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
Tanda neurologist fokal
Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium
d.      Menurut patofisiologi
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
3. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikasi pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
B. Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.
Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
a. Lokasi
b. Kekuatan
c. Fraktur infeksi/ kompresi
d. Rotasi
e. Delarasi dan deselarasi
Mekanisme cedera kepala:
1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam. Contoh : akibat pukulan lemparan.
2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.
3. Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
C. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut : 
1.     Gangguan kesadaran 
2.     Konfusi 
3.     Abnormalitas pupil 
4.     Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
5.     Perubahan TTV 
6.     Gangguan pergerakan 
7.     Gangguan penglihatan dan pendengaran 
8.     Disfungsi sensori 
9.     Kejang otot 
10. Sakit kepala 
11. Vertigo 
12. Kejang 
13. Pucat 
14. Mual dan muntah 
15. Pusing kepala 
16. Terdapat hematoma 
17. Kecemasan 
18. Sukar untuk dibangunkan 
19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal. 
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui pembuluh darah serebral. Faktor-faktor ini dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk berkontraksi dan berdilatasi serta mengganggu autoregulasi diantaranya trauma otak, iskemia dan hipoxia, pada klien dengan kerusakan autoregulasi. Aktivitas yang  dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial (TIK) merupakan tekanan yang dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen intrakranial yaitu jaringan otak, CSS dan darah. 
Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan volume otak ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan volume dari tiap-tiap komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan peningkatan TIK. 
Peningkatan TIK mengarah pada timbulnya iskemia, kekakuan otak dan kemungkinan herniasi. Peningkatan TIK berkembang pada hampir semua klien dengan lesi intra kranial setelah mengalmi cedera kepala. Pada semua klien dengan cedera kepala bera, peningkatan TIK yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian. 
Defisit Nerurologik pada cedera kepala dimulai dengan adanya trauma pada otak yang dapat menyebkan fragmentasi jaringan dna contusio, merusakn sawar otak, diserbtai vasodilatasi dan eksudasi jaringan sehingga timbul edema yang dapat menyebabkan peningkatan TIK. Keadaan ini dapat menurunkan aliran daerah serebral, iskemia, hipoksia, asidosis dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut dan terjadi kematian sel-sel otak dan edema bertambah positif. 
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
E. Pemeriksaan Penunjang
1.    CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui  adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2.    MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif
3.    Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
   jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4.    Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5.    X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6.    BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7.    PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8.    CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9.    ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial.
11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
1.    Data biografi
Identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, penanggung jawab dan status perkawinan.
2.    Riwayat keperawatan
a.       Riwayat medis dan kejadian yang lalu.
b.       Riwayat kejadian cidera kepala
c.       Penggunaan alcohol dan obat-obatan terlarang
3.    Pemeriksaan fisik
a.    Fraktur tengkorak : jenis fraktur, luka terbuka, perdarahan konjungtiva, rinorhea, otorhea, ekimosis periorbital, gangguan pendengaran.
b.      Tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih sensitive, gelisah, stupor, koma.
c. Saraf cranial : adanya anosmia, agnosea, kelemahan gerakan otot mata, vertigo.
d.      Kognitif : amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrogat, gangguan bahasa dan kemampuan matematika.
e.       Rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinskhi.
f.       Jantung : disritmia jantung.
g. Respirasi : roles ronchi, napas cepat dan pendek, takipnea, gangguan pola napas.
h. Fungsi sensori : lapang pandang, diplopia, gangguan persepsi, gangguan pendengaran, gangguan sensasi raba.
4.    Test diagnostic
a.  Radiologi : CT-Scan, MRI, ditemukan adanya edema serebri, hematoma serebral, herniasi otak.
b.    Pemeriksaan darah : Hb, Ht, Trombosit, dan Elektrolit.
c.  Pemeriksaan urine : penggunaan obat-obatan.




B.    Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak sekunder edema serebri, hematom.
2.    Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular control mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
3.    Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan.
4.  Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang.
5.  Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi bedrest, immobilisasi.
C.    Rencana Keperawatan
1. Dx. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak sekunder edema, serebri.
Masalah Keperawatan: Gangguan perfusi jaringan serebral
Kemungkinan disebabkan oleh: kerusakan aliran darah otak sekunder edema, serebri.
Ditandai dengan:
a.    Penurunan kesadaran
b.    Perubahan tanda vital
c.    Perubahan pola napas, bradikardia
d.    Nyeri kepala
e.    Mual dan muntah
f.     Kelemahan motorik
g.    Kerusakan pada nervus kranial III, IV,VI,VII,VIII
h.    Refleks patalogis
i.     Perubahan nilai AGD
j. Hasil pemeriksaan CTScan adanya edema serebri, hematom.
k. Pandangan kabur
Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensori
Pasien akan: mendemonstraskan tanda vital dan tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi Rasional
1.  Kaji tingkat kesadaran dengan GCS 1. Tingkat kesadaran merupakan indikator terbaik adanya perubahan neurologi
2.  Kaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya, gerakan mata 2.  Mengetahui fungsi N I,II dan III
3.  Kaji refleks kornea dan refleks gag 3. Menurunnya refleks kornea dan refleks gag indikasi kerusakan pada batang otak
4. Evaluasi keadaan motorik dan sensori pasien 4.  Gangguan motorik dan sensori dapat terjadi akibat edema otak.
5.      Monitor tanda vital setiap 1 jam 5. Adanya perubahan tanda vital seperi respirasi menunjukkan kerusakan pada batang otak
6.  Observasi adanya edema periorbita ekimosis diatas osmatoid,rhinorrhea, otorrhea. 6. Indikasi adanya fraktur basilar
7. Pertahan kan kepala tempat tidur 30-45 derajat dengan posisi leher menekuk 7. Memfasilitasi drainasi vena dari otak
8. Anjurkan pasien untuk tidak menekuk lututnya / fleksi, batuk, bersin, feses yang keras 8. Dapat meningkatkan tekanan intrakranial
9.      Pertahankaan suhu normal
9. Suhu tubuh yang meningkatkan akan meningkatkan aliran darah ke otak sehingga meningkatkan TIK
10. Monitor kejang dan berikan obat anti kejang
10. Kejang dapat terjadi akibat iritasi serebral dan keadaan kejang memerlukan banyak oksigen
11.  Lakukan aktivitas keperawatan dan 
     aktivitas pasien seminimal mungkin 11. Meminimalkan stimulus sehingga menurunkan TIK.
12.  Pertahankan kepatenan jalan napas, suction jika perlu, berikan oksigen 100 % sebelum suction dan suction tidak lebih dari 15 detik. 12. Mempertahankan adekuatnya oksigen, suction dapat meningkatkan TIK
13.  Monitor AGD, PaCO2 antara35-45 mmHg dan PaCO2 >80 mmHg

13.  Karbondioksida menimbulkan vasodilatasim adekuatnya oksigen sangat penting dalam mempertahankan metabolisme otak.

14.  Berikan obat sesuai program dan monitor efek samping. 14.      Mencegah komplikasi lebih dini


2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
Masalah Keperawatan: Tidak efektifnya pola nafas
Kemungkinan disebabkan oleh: kerusakan neuromuskular, kontrol mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
Ditandai dengan: 
a.       Pasien mengeluh sesak napas atau kesulitan bernapas
b.      Frekwensi pernapasan lebih dari 20 x / mt
c.       Pola napas tidak teratur
d.      Adanya cuping hidung
e.       Kelemahan otot-otot pernapasan
f.       Perubahan nilai AGD
Tujuan:
 1)      Pasien dapat  menunjukkan pola napas yang efektif: frekwensi < 20/ menit, irama dan keadaan normal.
2)       Fungsi paru-paru normal: tidak volume > 7-10 ml/kg, vital capacity > 12-15 ml/kg.
Intervensi Rasional
1.  Kaji frekwensi napas, kedalaman, irama setiap 1-2 jam. 1. Pernapasan yang tidak teratur, seperti apnea,pernapasan cepat atau lambat kemungkinan adanya gangguan pada pusat pernapasan pada otak.
2.  Auskultasi bunyi napas setiap 1-2 jam 2. Salah satu komplikasi cidera kepala adalah adanya gangguan pada paru-paru
3. Pertahankan kebersihan jalan napas, suction jika perlu, berikan oksigen  sebelum suction. 3. Mempertahankan adekuatnya suplai oksigen ke otak
4.  Berikan posisi semifowler. 4.  Memaksimalkan ekspansi paru
5.  Monitor AGD 5. Mempertahankan kadar PaO2 dan PaCO2 dalam batas normal.
6.  Berikan oksigen sesuai program 6.  Meningkatkan suplay oksigen ke otak.

3. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan
Masalah Keperawatan: Resiko deficit volume cairan
Kemungkinan desebabkan oleh: terapi diuretic, pembatasan cairan
Ditandai oleh: 
a.       Adanya pembatasan cairan,
b.       Pengunaan obat-obat deuretik,
c.       Terdapat tanda-tanda kurang cairan : haus, turgor kulit kurang, 
          mata cekung, kulit kering, mukosa mulut kering,
d.       Ht meningkat,
e.       Urine lebih pekat, BJ urine meningkat dan produksi berkurang,
f.       Tekanan darah dibawah batas normal, nadi meningkat,
g.       Intake dan output cairan tidak seimbang,
             h.       Penurunan BB.
Tujuan: 
a. Pasien dapat mempertahankan fungsi hemodinamik : tekanan darah 
systole dalam batas normal, denyut jantung teratur.
b. Terjadi keseimabangan cairan dan elektrolit : berat badan stabil, intake 
dan output cairan seimbang, tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi.
Intervensi Rasonal
1.   Monitor intake dan output cairan. . 1. Mengetahui keseimbangan cairan, penanganan lebih dini. Jika output urine <30ml/jam, BJ urine > 1.025 indikasi kekurangan cairan.
3. Monitor hasil laboratorium,  
elektrolit, hemotokrit 2.      Hemotokrit yang meningkat berarti cairan lebih pekat.
4. Monitor tanda-tanda dehidrasi : banyak minum, kulit kering, 
turgor kulit kurang, kelemahan, 
berat badan yang menurun. 3.      Indicator kekurangan cairan.
5. Berikan cairan pengganti melalui 
oral atau parenteral. 4.      Mengganti cairan yang hilang.
4. Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang.
Masalah Keperawatan: Resiko injuri
Kemungkinan disebabkan oleh: kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang.
Ditandai dengan: 
a.       Kerusakan persepsi, orientasi pasien kurang,
b.      Kesadaran menurun,
c.       Gangguan fungsi motorik,
             d.       Kejang.
Tujuan: 
a.       Injuri tidak terjadi,
b.      Kejang dapat dikontrol,
             c.       Orientasi dan persepsi pasien baik.
Intervensi Rasional
1. Sediakan alat-alat yang 
untuk penanganan kejang, 
misalnya obat-obatan, suction. 1.      Aktivitas kejang dapat menimbulkan injuri / cidera.
6. Jaga kenyamanan lingkungan, 
tidak berisik. 2.      Banyaknya stimulus meningkatkan rasa frustasi psien.
4. Tempatkan barabg-barang 
yang berbahaya tidak dekat dengan 
pasien seperti kaca, gelas, larutan 
antiseptic 3.      Menghindari trauma akibat benda-benda disekelilingnya.
5. Gunakan tempat tidur dengan 
penghalang dan roda tempat tidur 
dalam keadaan terkunci. 4.      Mencegah terjadinya trauma.
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian 
dalam keadaan kejang. 5.      Penanganan lebih cepat dan mencegah terjadinya trauma.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi bedrest, immobilisasi.
Masalah Kepearawatan: Gangguan mobilitas fisik
Kemungkinan disebakan oleh: 
a.       Paresis / plegia.
b.      Pasien bedrest.
c.       Kontraktur.
d.      Atropi.
e.       Kekuatan otot kurang normal.
f.       Ketidakmampuan melakukan ADL.
Tujuan: 
a.       Mempertahankan pergerakan sendi secara maksimal.
b.      Terbebas dari kontraktur, atropi.
c.       Integritas kulit utuh.
d.      Kekuatan otot maksimal.
Intervensi Rasional
1. Kaji kembali kemampuan dan keadaan 
secara fungsional pada kerusakan yang terjadi. 1. Mengidentifikasi masalah utama terjadinya gangguan mobilitas fisik.
2.    Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap hari. 2.      Menentukan kemampuan mobilisasi.
3.   Lakukan latihan ROM secara pasif setiap 4 jam 3.      Mencegah terjadninya kontraktur.
4.      Ganti posisi tetap setiap 2 jam sekali. 4.      Penekanan yang terus menerus menimbulkan iritasi dan dekubitus.
5.      Gunakan bed board, food board. 5.     Mencegah kontraktur.
6.      Koordinasikan aktifitas dengan ahli fisioterapi. 6.     Kolaborasi  penanganan fisioterapi.
6. Observasi keadaan kulit seperti adanya kemerahan, lecet pada saat merubah 
posisi atau memandikan. 7. Mencegah secara dini terjadinya dekubitus.

8.      Lakukan pemijatan / massage pada bagian tulang yang menonjol seperti pada koksigis, scapula, tumit, siku. 8.      Mencegah terjadinya dekubitus.



BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. 
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi. 
Manifestasi Klinis yang ditemukan adalah gangguan kesadaran, konfusi, perubahan TTV, sakit kepala, vertigo, kejang, pucat, mual dan muntah, pusing kepala, terdapat hematoma, dan lain-lain.
Berdasarkan kajian teoritis yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan cedera kepala, sebagai berikut: 
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak sekunder edema serebri, hematom.
2.    Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular control mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
3.    Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan.
4.  Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan fungsi motorik, kejang.
5.  Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi bedrest, immobilisasi.
Dianosa tersebut tidak selalu semuanya dapat ditegakkan, hal ini sesuai dengan kondisi klien saat itu.

B. Saran
Penanganan pada klien dengan cedera kepala haruslah sangat ditekankan agar tidak terjadi kerusakan otak sekunder. Dalam hal ini perawat harus bertindak dengan cepat dan tepat sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

Lihat Juga :
17 Anjuran Makanan Batuk rejan
Informasi Kesehatan Tentang Migrain
Cara Mengobati Penyakit Paru-paru Anak

Keyword : askep gadar trauma kapitis, askep trauma kapitis pdf, askep trauma kapitis nanda nic noc, askep trauma kapitis pada anak, askep kasus trauma kapitis, askep trauma kapitis berat, resume trauma kapitis, pathway trauma kapitis

No comments:

Post a Comment